Jumat, 31 Oktober 2008

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Tanaman Kelapa

Tanaman kelapa (cocos nucifera L) termasuk dalam family Palmaceae, kelas monokotiledoneae. Tanaman kelapa ini sangat baik untuk daerah-daera disekitar katulistiwa (iklim tropis dan subtropics) dengan ketinggia 0 – 500 meter diatas permukaan laut. Terutama daerah pantai. Pada ketinggia 800 - 1000 meter diatas permukaan laut pertumbuhan tanaman kelapa lambat dan buahnya sedikit (Soebroto, 1976; Soekardi dan Aji Sastro Supardi, 1976). Temperature untuk yang diperlukan untuk pertumbuhan yang baik adalah antara 23,90C sampai 29,40C dan tidak kurang dari 20 0C, sedangkan curah hujan yang paling baik adalah antara 1542 mm/tahun sampai 2032 mm/tahun dan tidak kurang dari 1006 mm/tahun (woodroof, 1979).

Menurut Fremond, ziller dan Lamuthe (1966), pembungaan kelapa dimulai setelah umur 6 – 8 tahun dan buah kelapa mencapai ukuran yang maksimum pada umur 6 bulan setelah pembungaan dan pada saat ini daging buah mulai terbentuk. Secara garis besar pertumbuhan kelapa terjadi dalam tiga tahap. Pada tam\hap yang pertama, sejak buah kelapa berumur 4 – 5 bulan, terjadi perkembangan sebagian sabut kelapa dan tempurung (sheel), dan bagian dalam buah berisi penuh dengan air. Pada tahap kedua, sejak buah berumur 6 bulan terjadi proses penebalan dan pengerasan tempurung, yang berlangsung sampai buah berumur 8 bulan. Pada tahap ketiga daging buah berkembang dan mulai memeasuki proses penuaan. Buah kelapa yang muda mempunyai kulit luar (epidermis) berwarna hijau dan licin, sabut berwarna putih dan lebih padat serta air buah kelapa masih penuh, berat buah kelapa mencapai maksimum yaitu berkisar antara 3 – 4 kg. sedang buah kelapa tua mempunyai kulit luar berwarna cokelat atau cokelat kemerahan, sabut barwarna gelap. Jumlah buah kelapa berkisar antara 10 – 80 buah perpohon pertahun.

Pemanenan buah kelapa dilakukan pada tingkat kematangan atau umur yang berbeda tergantung pada tujuan pemakaiannya. Pada kelapa tua, persentase bagian-bagian buah kelapa adalah 35% serabut, 12% tempurung, 28% daging kelapa dan 25% air kelapa. Persentase tersebut bereda-beda tergantung jenis varietas kelapa (Grimwood, 1975). Buah kelapa yang berumur 6 – 8 bulan mempunyai daging buah yang lunak dan biasanya dimakan segar sedangkan air kelapanya mempunyai rasa manis dan banyak digunakan dalam industry asam cuka, nata de coco atau untuk media beberapa jenis ragi (starter) dalam pembuatan anggur. Buah kelapa tua berumur 11 bulan diperlukan untuk membuat kopera, kelapa parut kering, tepung kelapa serta produk yang lain. Sedangkan untuk bibit tanaman diperlukan buah kelapa yang telah benar-benar tua yaitu telah berumur 12 – 13 bulan (child, 1964)

B. Komposisi Kimia Daging Buah Kelapa

Menurut setyamidjaja (1986), buah kelapa terdiri dari beberapa bagian yaitu epicarp, yang merupakan kulit bagian luar yang permukaannya licin, agak keras dan tebalnya kurang lebih1/7 mm; mecocarp yaitu kulit bagian tengah yang disebut serabut, bagian 5 cm; endocarp yaitu bagian tempurung yang keras sekali, tebalnya 3 – 6 mm, bagian dalam melekat pada kulit luar dari biji/endosperm; putih lembaga atau endosperm yang tebalnya 8 – 10 mm

Komposisi daging kelapa berbeda pada kultivar yang berbeda dan ditentukan juga oleh umur buah (djatmiko, 1983). Menurut gumwood (1975), buah kelapa terdiri dar 33 % serabut kelapa, 15% tempurung, 30% daging buah dan 22 % air buah kelapa.

Daging buah kelapa merupakan sumber minyak/lemak dan protein yang banyak digunakan sebagai bahan mekanan sumber kalori tinggi, baik dalam bentuk butiran (tepung) maupun minyaknya. Selain itu daging buah kelapa banyak diperlukan sebagai bahan mentah untuk berbagai macam industry seperti margarine, pasta santan, kelapa parut kering, minyak goreng serta tepung kelapa. Komposisi kimia daging buah kelapa segar pada berbagai tingkat kematangan dapat dilihat pada tabel 1.

Buah kelapa muda adalahbuah yang berumur 8 – 9 bulan, sedangkan buah setengah tua (sedang) dan tua adalah buah yang berumur masing-masing 10 dan 11-12 bulan (Subrahmanyan dan Swaminathan, 1959 di dalam Rahman, 1985.

Tabel 1. Komposisi kimia daging buah kelapa segar pada berbagai tingkat kematangan didalam 100 gram bahan, dikutip dari anoanim (1967).

No

Kandungan

Umur Buah

Muda

Sedang

Tua

1

Kalori (kal)

68.0

180.0

359.0

2

Air (g)

83.3

70.0

46.9

3

Protein (g)

1.0

4.0

3.4

4

Lemak (g)

0.9

13.0

34.7

5

Karbohidrat (g)

4.0

10.0

14.0

6

Kalsium (g)

17.0

8.0

21.0

7

Fosfor (g)

30.0

55.0

98.0

8

Besi (mg)

1.0

1.3

2.0

9

Vitamin A (IU)

0.0

10.05

0.0

10

Thiamine (mg)

0.0

0.05

0.1

11

Asam askorbat (mg)

4.0

4.0

2.0

Menurut Eckey (1954), lemak/minyak kelapa terdiri dari sekitar 90-94 persen berat asam lemak jenuh yaitu asam kaproat, kaprilat, kaprat, laurat, miristat, palmitat, stearat dan mungkin sedikit asam lemak arakhidat. Asam lemak tidak jenuh yang hanya sedikit terdapat dalam lemak/minyak kelapa menyebabkan sifat lemak/minyak kelapa lebih tahan terhadap kerusakan karena oksidasi. Komposisi asam lemak didalam minyak/lemak kelapadapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Komposisi asam lemak dari minyak/lemak kelapa, dikutip dari Eckey (1954).

No

Jenis asam lemak

Jumlah (% berat)

Asam Lemak Jenuh

1

Asam kaproat

0.3

2

Asam kaprilat

9.2

3

Asam kaprat

9.7

4

Asam laurat

44.3

5

Asam niristat

15.9

6

Asam palmitat

9.6

7

Asam stearat

3.2

8

Asam arakhidat

Sedikit

Asam Lemat tidak Jenuh

1

Asam heksadekanoat

-

2

Asam oleat

6.3

3

Asam linoleat

1.5

Dalam daging buah kelapa terdapat beberapa jenis asam amino essensial yang diperlukan tubuh seperti asam amino valin, fenilalanin, leusin, triptofan dan asam amino lisin. Kandungan asam amino yang terdapat didalam daging buah kelapa tua dan segar dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Kandungan asam amino yang terdapat dalam daging buah kelapa tua dan segar, dikutip dari Jacobs (1951)

No

Jenis asam amino

Jumlah

(%berat dari total protein)

1

Alanin

4.11

2

Valin *)

3.57

3

Sistein

1.44

4

Asam Aspartat

5.12

5

Asam Glutamat

19.07

6

Tirosin

3.18

7

Fenilalanin*)

2.05

8

Leusin*)

5.96

9

Serin*)

1.76

10

Prolin

5.54

11

Triptofan*)

1.25

12

Arginin

15.92

13

Lisin*)

5.80

14

Histidin

2.42

C. Tepung Kelapa

1. Batasan

Tepung kelapa (coconut flour) adalah salah satu jenis bahan makanan dari daging buah kelapa yang diawetkan dan dikurangi kadar lemaknya dibawah kondisi udara sejuk (Grimwood, 1975).

2. Bahan

Dalam pembuatan tepung kelapa digunakan buah kelapa yang tua berumur 11 bulan, berdaging buah tebal, sehingga menghasilkan rendemen yang tinggi dan cita rasa (flavor) yang enak.

Kelapa yang masih muda mempunyai daging buah yang tipis dan menghasilkan tepung yang mempunyai rendemen dan mutu yang rendah. Proses seasoning dengan membiarkan buah kelapa selama 3-4 minggusering dilakukan untuk meningkatkanketebalan daging buah, menurunkan kadar air dan memudahkan pelepasan daging buah dari tempurung kelapa. Sedangkan buahkelapa yang terlalu tua dan bertunas tidak baik bila digunakan untuk pembuatan tepung kelapa karena akan menghasilkan warna yang gelap (grimwood, 1975).

3. Proses Pembuatan Tepug Kleapa

Tahap-tahap dalam pembuatan tepung kelapa adalah meliputi pembuangan sabut dan tempurug kelapa, pembuangan testa dan pencucian, Blanching, pemarutan, pengeringan, pengukusan, pengepresan, pengeringan kembali seterusnya dilakukan penggilingan. Penjelasan beberapa tahap sebagai berikut:

a. Pembuangan Sabut Dan Tempurung Kelapa

Pembuangan sabut dan tempurung kelapa dilakukan dengan menggunakan pisau dan sebagainya.

b. Pembuangan testa

Menurut Fremond, ziller dan Lamuthe (1966) menyatakan bahwa testa yang berwarna cokelat ini harus dihilangkan dari daging buah kelapa untuk mendapatkan warna putih yang bersih. Selain itu testa perlu dihilangkan karena kandungan asam lemak tidak jenuhnya tinggi sehingga mudah teroksidasi dan menyebabkan kerusakan minyak/lemak. Testa dihilangkan dengan menggunakan pisau khusus, perlakuan penghilangan testa ini dinamakan proses paring.

Menurut Nathael (1966) menyatakan bahwatesta yang didapat biasanya dikeringkan untuk selajutnya digiling yang akan menghasilkan minyak testa (paring oil) yang bermutu rendah dan banyak digunakan untuk membuat sabun.

c. Pembelahan dan Pencucian

Pemotongan atau pembelahan daging buah (karnel) dilakukan engan pisau. Air kelapa dibuang dan daging buah dicuci dengan air yang bersih untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada daging buah. Selain itu pencucian ditunjukan untuk melarutkan gula yang ada dipermukaan daging buah yang berasal dari air kelapa. Menurut darjo Somatmadja (1973), menyatakan bahwa gula yang ada di permukaan daging buah perlu dihilangkan untuk mencegah terjadinya browning pada permukaan daging buah kelapa.

d. Blanching

Blanching merupakan salah satu proses sterilisasi yang ditujukan untuk menghentikan aktifitas enzim penyebab kerusakan dan mencegah pertumbuhn mikrobia (grimwood, 1975). Menurut desrosier (1970), menyatakan bahwa perlakuan blanching sebelum pengeringan mempunyai tujuan diantaranya mengurangi mikroorganisme, menonaktifkan enzim, mengeluarkan udara dari jaringan, memperbaiki sifat fisis yaitu warna bahan. Selain itu juga dapat memperbaiki sifat permeabilitas bahan mentah terhadap penguapan air dalam pengeringan.

Menurut Van Arsdel (1964), perlakuan blanching ada 2 cara yaitu blanching dengan uap air panas (steam blanching) dan blanching dalam air mendidih atau air panas (hot water blanching). Disrilangka blanching terhadap daging buah kelapa segar dilakukan dengan cara merendam daging buah kelapasegar kedalam air mendidih. Tetapi selama proses ini terjadi pengeluaransebagian minyak kelapa yang terapung dipermukaan air, sehingga air menjadi keruh dan kandungan minyak atau lemak dalam daging buah kelapa berkurang. Sedangkan di Pilipina blanching dilakukan dengan mengalirkan uap air panas dalam jangka waktu tertentu. Perlakuan blanching dengan memanaskan pada suhu 85-95 0C selama 5 menit, merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya browning enzimimatis dengan menghentikan wnzim polyphenol oxydase, atau dapat juga dilakukan dengan cara mengatur pH menjadi asam (2,5-3) menggunakan larutanasam sitrat 0.5% atau larutanaskorbat 0,03%.

Menurut Braverman (1963) dan winarno (1988) menyatakan bahwa reaksi browning dapat terjadi secara enzimatis dan non enzimatis. Reaksi browning enzimatis disebabkan oleh reaksi oksidasi terhadap senyawa polipenol sehingga terbentuk senyawa quinon dan akhirnya berubah menjadi quinine yang berwarna coklat.

Sedangkan reaksi browning yang bukan enzimatis terjadi karena reaksi antara gugus karbonil dari gula pereduksi dengan asam amino yang disebut dengan reaksi mailard, atau dapat juga karena reaksi karamelisasi gula yang terjadi pada pemanasan pada suhu tinggi dan akan membentuk polimer hidroksimetil fultural yang terjadi pada pemanasan pada suhu tinggidan akan membentuk polimer polimer hidroksimetil fultural yang berwarna coklat. Rangkaian reaksi browning karena reaksi antara asam amino dan gula peredukasi dapat dilihat pada gambar 1. Dan reaksi browning karena karamelisasi dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 1. Reaksi Browning antara asam amino dengan gula peredukasi (Winarno, 1988)

Gambar 2. Rangkaian Reaksi Browning karena karamelisasi dari pada gula.

e. Pemarutan

Pemarutan daging buah kelapa dilakukan dengan menggunakan alat pemarut kelapa. Proses pemarutan ini ditujukan untuk mepercepat proses pengurangan kadar air dan untuk mempercepat serta mempermudah dalam proses selanjutnya disamping itu juga untuk merusak jaringan sel daging buah kelapa sehingga mempermudah keluarnya lemak/minyak kelapa dalam daging buah kelapa

f. Pengeringan

Pengeringan adalah proses pengurangan kandungan air suatu bahan hingga mencapai jumlah tertentu. Tujuan pengeringan ialah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikrobia penyebab pembusukan terhambat (Meyer, 1982).

Dasar pengeringan adalah pengurangan air karena perbedaan kandungan uap antara udara pengering dan bahan yang dikeringkan. Pengeringan ada 2 (dua) macam yaitu dengan menggunakan sinar matahari dan pegering mekanis. Keuntungan pengering buatan pengering buatan/mekanis suhu dan aliran udara dapat diatur disamping kebersihannya dapat diawasi dengan sebaik-baiknya (winarno dan Fardiaz, 1980).

Periode pengeringan dibagi menjadi dua hal yaitu laju pengeringan konstan terjadi dimana bahan masih mempunyai kadar air yang cukup tinggi sehingga pada permukaan bahan terjadi penguapan yang cepat dan dapat disamakan dengan kecepatan penguapan pada permukaan air bebas. Periode ini terakhir sampai saat kecepatan difusi air, dalam bahan menurun sehingga lebih lambat dari kecepatan penguapan.

Penguapan dan difusi menyebabkan laju difusi, laju penguapan dan laju pengeringan semakin lambat. Periode ini disebut laju pengeringan menurun. Pada awal pengeringan akan terjadi penyesuaian suhu alat pengeringan dan bahan. Panas menyebabkan penurunan tekanan uap udara. Tekanan uap pada permukaan bahan yang lebih tinggi dari tekanan uap udara pengering menyebabkan penguapan air dari bahan keudara pengeringan. Panas yang diberikan pada bahan bagian dalam, yang mempunyai tekanan uap besar menyebabkan difusi ke permukaan bahan yang mempunyai kandungan air rendah dan tekanan uap yang lebih rendah. Difusi kepermukaan daging buah (karnel) dipengaruhi oleh jenis kematangan kelapa.

Dua factor utama yang perlu diperhatikan dalam pengeringan adalah kecepatan pindah panas air kedalam bahan (rate of heat transfer) dan kecepatan pindah air pada permukaan (rate of water transfer) (Vitarana, 1982).

Kecepatan pindah pnas dipengaruhi oleh luas permukaan produk yang dikeringkan. Semakin besar perbangingan luas dengan masa maka pindah panas semakin cepat. Suhu juga mempengaruhi kecepatan pindah panas juga semakin besar. Hal lain yang mempengaruhi kecepatan pindah panas juga semakin besar. Hal lain yang mempengaruhi kecepatan pindah panas adalah kecepatan aliran udara. Kecepatan pindah panas dapat dinyatakan dengan rumus :

Q = m . c (t1 – t0)

Dimana:

Q = kecepatan pindah panas

m = kecepatan aliran panas = V . K

(V = kecepatan aliran udara, K = konstanta)

c = panas spesifik bahan

t1 = suhu masuk udara

t0 = suhu keluar udara

Kecepatan pindah panas dipengaruhi oleh luas permukaan. Dengan kenaikan perbandingan ini air mempunyai jarak yang lebih pendek untuk berpindah kepermukaan.

Di Srilangka, pengeringan daging buah kelapa yang sudah dihancurkan dilakukan dengan tebaran setebal 4 cm diatas rak yang dapat dilakukan pada suhu 88 0Cselama 55 menit dan selama pengeringan perlu dilakukan pengadukan secara periodic untuk meratakan pengeringan dan menncegah penggumpalan. Sedangkan dipilipina pengeringan ini dilakukan pada “continous driyer” dengan tebaran setebal 7 – 8 cm. selama pengeringan perlu dilakukan pengawasan terhadap sirkulasi udara, kelembaban dan suhu udara pemanas (grimwood, 1975)

g. Pengukusan

Proses ini dilakukan dengan menggunakan dandang, dimana dalam proses ini ditunjukkan untuk membuka sel-sel daging buah kelapa sehingga akan mempermudahkeluarnya minyak/lemak.

h. Pengepresan

Pengurangan kadar lemak pada daging buah kelapa yang sudah dihancurkan dilakukan dengan pengepresan yaitu memberikan tekanan yang cukup besar, yang ditunjukkan untuk mendorong keluarnya lemak/minyak dari selnya (Murdijati, 1981).

i. Penggilingan dan pengayakan

Proses penggilingan ditujukan untuk memperoleh daging buah kelapa dalam bentuk tepung dan untuk memperoleh hasil yang seragam maka dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan yang berukuran 45 mesh.

D. Standar Mutu Tepung Kelapa

Sampai saat ini belum ada standart mutu tepung kelapa secara internasional dan biasanya masing-masing Negara penghasil atau pengimpor menentukan standard mutu sendiri. Standar mutu tepung kelapa terutama didasarkan pada keseragaman bentuk, derajat keputihan, rasa, aroma, kadar air, kadar lemak dan kadar asam lemak bebas. Pada tabel 4 menunjukkan komposisi tepung kelapa menurut proses hiller.

Tabel 4. Komposisi Tepung Kelapa Menurut Proses Hiller (Grimwood,1975)

No

kandungan

Dalam persen

1

Minyak/lemak

12,2

2

Protein

18,2

3

Kadar air

6,2

4

Serabut kasar

20,0

5

Abu

4,9

4

Karbohidrat

20,4

E. Kerusakan Pada Tepung Kelapa

1. Pencoklatan

Pada umumnya reaksi pencoklatan yang terjadi dalam suatu bahan dapat digolongkanmenjadi 2 yaitu pencoklatan yang bersifat enzimatis dan pencoklatan non enzimatis (Winarno,1988)

Pencoklatan enzimatis banyak dijumpai pada buah-buahan dan sayuran, dalam bahan tersebut pencoklatan terbentuk karena enzim oksidase merubah senyawa fenol menjadi melanin, yaitu suatu bentuk pigmen yang berwarna coklat, sedangkan pencoklatan non enzimatis banyak dijumpai pada bahan makanan yang bersifat kering, sehingga berlangsungnya reaksi dapat terjadi selama pengolahan maupun selama penyimpanan.

Menurut Eskin (1971) menyatakan bahwa ada 3 teori tentang reaksi pencoklatan non enzimatis yang terjadi dalam suatu bahan makanan yaitu: karamelisasi, reaksimaillard dan oksidasi vitamin C. karamelisasi terjadi karena bahan mengalami pemanasan pada suhu tinggi. Sedangkan reaksi pencoklatan akibat pksidasi vitamin C disebabkan asam askorbat yang dikandung oleh bahan mengalami oksidasi sehingga senyawa tersebut terpecah menghasilkan furfural dan karbondioksida. Sehingga tipe pencoklatan maillard disebabkan terjadinya reaksi senyawa-senyawa karbonil yang berasal dari pemecahan karbohidrat atau lemak dengan senyawa amino dalam bahan. Didalam tepung kelapa sistem pencoklatan yang terjadi adalah pencoklatan yang bersifat non enzimatis (reaksi millard), hal ini disebabkan karena dalam tepung kelapa terjadi reaksi senyawa asam amino dengan gula reduksi yang lebih cepat antara aldehid dan keton karena pmanasan.

Mekanisme reaksi pencoklatan non enzimatis berlangsung sangat kompleks dan dalam reaksi ini tidak doperlukan oksigen untuk memulai prosesnya tetapi harus ada senyawa amino. Pembentukan warna coklat yang diakibatkan oleh reaksi gula dengan asam aminodimulai dengan pembentukan basa Schiff’s, dimana senyawa ini bersifat labil yang selanjutny akan mengalami siklisasi membentuk senyawa glikosilamine (N-Substituted glycosylamine). Selanjutnya senyawa ini mengalami isomerisasi dan mengalami penyusunan “Amadori”, serba mengalami berbagai perubahan komplek sehingga dihasilkan senyawa melanoidin yang merupakan pigmen yang berwarna coklat. Reaksi pembentukan warna coklat dapat dilihat pada gambar dibawah ini.




Gambar 3. Reaksi pembentukan warna coklat dalam suatu bahan makanan (reaksi Milliard), dikutip dari de Man, 1976.

Menurut Winarno (1988), reaksi Milliard berlangsung melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

a) Suatu aldosa bereaksi bolak balik dengan asam amino atau dengan gugus amino dari protein sehingga menjadi amino ketosa.

b) Dehidrasi dari hasil reaksi amadori membentuk turunan-turunan furfuraldehide, misalnya heksosa diperoleh hidroksimetil furfural.

c) Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan hasil antara metal L-dikarbonil yang diikuti penguraian menghasilkan reduktor-reduktor dan L-dikarboksil seperti metilglioksal, asetol dan diasetil.

d) Aldehide-aldehide aktif dari 3 dan 4 terpolimerisasi tanpa mengikut sertakan gugus amino (hal ini disebut kondensasi aldol) atau dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna coklat yang disebut melanoidin.

2. Ketengikan

Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya baud an rasa tengik yang disebut dengan proses ketengikan. Proses ketengikan ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak (Winarno, 1988).

Proses kerusakan lemak dalam suatu bahan dapat bersifat hidrolitik dan oksidatif. Kerusakan lemak yang bersifat hidrolitik dapat menaikkan jumlah asam lemak bebasnya. Ketengikan yang terjadi sebagai akibat kerusakan lemak, diakibatkan karena terbebasnya asam-asam lemak yang sudah menguap terutama dari asam lemak ber atom C pendek, seperti lemak C4, C6, C8 dan C10 (Eskin, et., 1971).

Menurut ketaren (1986) menyatakan bahwa tipe penyebab ketengikan dalam lemak dibagi atas 3 golongan yaitu keengikan oleh oksidasi, ketengikan oleh enzim dan ketengikan oleh proses hidrolisa. Oxidative rancidity dapat terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam lemak, yang dapat terjadi pada suhu kamar dan selama proses pengolahan. Peristiwa oksidasi terjadi dimana setiap 1 ikatan tidak jenuh dapat mengapsorbsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil. Proses ini dapat dipercepat dengan adanya cahaya, suasana asam, kelembaban udara dan katalis. Beberapa jenis logam atau garam-garamnya yang terdapat dalam lemak dapat menjadi katalisator dalam proses oksidasi. Sedangkan enzymatic rancidity dapat terjadi karena adanya enzim peroksida yang dapat mengoksidasi asam lemak jenuh pada ikatan karbon atom, sehingga membentuk asam keton dan akhirnya metal keton. Komponen zat berbau tengik dalam lemak/minyak selain dihasilkan oleh proses okasidasi dan enzim matis juga disebabkan oleh hasil hidrolisa lemak yang mengandung asam lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak tersebut mudah menguap dan berbau tidak enak. Asam lemak terebut diantaranya adalah asam buktirat, asam valerat, asam kaproat dan ester alifatis yaitu metal nonil keton.

F. Kerusakan Minyak Kelapa

Kerusakan minyak kelapa terutama disebabkan oleh proses hidrolisa, proses oksidasi dan proses enzimatis (Ketaren S.,1986)

1. Kerusakan minyak karena proses hidrolisa

Air dapat menghidrolisa minyak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Proses hidrolisa ini dibantu oleh adanya asam, alkalin, uap air, panas dan enzim lipolitic seperti lipase.

Hidrolisa minyak ini menyebabkan terjadinya rasa tengik pada minyak tersebut. Penguraian triglisserida akan lebih sempurna jika tersedia air cukup banyak. Efek dari proses hidroksi ini adalah asam lemak yang berbentuk bersifat mempercepat reaksi autokatalisis dan kerja enzim pada minyak tersebut (djatmiko et.al.,1976). Bagi minyak kelapa proses hidrolisa mempunyai arti penting, karena hamper 90% dari triglisaridanya memunyai asam lemak berantai hidrokarbon pendek yaitu C6 sampai C14. Asam lemak berantai pendek tersebut bila dilepas dari ikatan esternya akan menimblkan bau yang tidak enak, terutama bau asam katroat, asam kaprat dan asam kaprilat.

2. Kerusakan minyak karena proses oksidasi

Proses oksidasi pada minyak adalah penambahan oksigen pada ikatan rangkap tidak jenuh. Proses ini dapat berlangsung baik terjadi kontak antara oksigen dengan minyak yang selanjutnya menyebabkan minyak menjadi tengik. Oksidasi minyak secara tidak langsung menyebabkan perubahan minyak kelapa yang mula-mula berwarna kekuning-kuningan menjadi pucat. Karena bahan ini mengandung pigmen karotenoid yang bersifat larut minyak dan mudah teroksidasi, maka pengaruh dari oksidasi lemak yang menghasilkan radikal bebas peroksida aktif dapat menyebabkan destruksi pigmen karotenoid. Pada suhu tinggi pemakaian minyak kelapa sebagai minyak goreng menyebabkan perubahan sifat minyak tersebut.

Menurut Berk (1976), beberapa kareteristik minyak yang dipanaskan adalah sebagai berikut:

a. Dengan dipercepatnya oksidasi, angka peroksida mula-mula yang biasanya rendah akan menyebabkan dekomposisi peroksida yang cepat.

b. Tidak seperti hanya oksidasi lemak pada suhu rendah, tetapi cita rasa minyak yang dipanaskan tidak tengikmelainkan sangat menyenangkan. Ini disebabkan penghilangan hasil pemecahan yang mudah menguap karena proses penguapan selama proses pemanasan tersebut.

c. Dilain pihak polimerisasi adalah salah satu proses dominan, viskositas minyak bertambah besar selama pemanasan minyak tersebut.

d. Derajat ketidak jenuhan minyak yang ditunjukkan oleh angka iodine akan berkurang. Ini berarti terjadi penjenuhan ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh mula-mula.

e. Hidroksi lemak juga terjadi dalam proses penggorengan dan dihasilkan asam lemak bebas.

Bagi minyak kelapa proses kerusakan oksidasi perlu diperhatikan lebih-lebih pada suhu kamar bila minyak kelapa kontak langsung dengan oksigen akan menyebabkan ketengikan. Juga perlu diperhatikan bahwa minyak bekas penggorengan yang berulang kali biasanya viskositasnya besar dan biasanya berwarna gelap, serta minyak ini bila masih dipergunakan untuk menggoreng makanan tersebut akan memberikan keracunan. Ini disebabkan oleh terjadinya polimerisasi minyak yang kemungkinan tidak dapat dicerna oleh tubuh secara sempurna sehingga menimbulkan efek keracunan tersebut.

Proses kerusakan oksidasi minyak kelapa kemungkinan terjadinya lebih besar dibandingkan proses kerusakan hidrolisis dan enzimmatis, karena walaupun kandungan asam lemak tidak jenuhnya rendah tetapi dengan hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan radikal bebas peroksida aktif dapat menyerang asam lemak jenuh atau pun trigleseridanya. Sebaliknya kerusakan hidrolisis yang manghasilkan asam lemak rantai pendek yang berbau tidak enak misalnya asam kaproat, asam kaprilat, asam kaprat karena kandugan asam-asam tersebut dalam minyak kelapa sangat kecil maka pengaruhnya terhadap bau juga kecil. Sedangkan kerusakan enzimatis hanyalah terjadi pada kopra yang ditumbuhi cendawan jenis tertentu. sehingga untuk pencegahanya dapat digunakan bahan pengawet pada pembuatan kopra tersebut

3. Kerusakan miyak karena proses enzimatis

Air dan kotoran yang terdapat pada bahan berminyak merupakan media pertumbuhan yang baik untuk mikroorganisme terutama jamur. Jamur tersebut mengeluarkan enzim lipoksidase yang dapat memecah lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas dan akan menyebabkan minyak berbau tengik. Terutama bau yang ditimbulkan oleh asam-asam lemak rantai pendek misalnya asam kaproat, kaprat dan buktirat. Ketengikan semacam ini disebut ketengikan enzimatis (enzymatic rancidity).

Tidak ada komentar: