Selasa, 23 September 2008

PERPINDAHAN PANAS

Mekanisme reaksi SN1 cenderung mendominasi ketika atom karbon pusat dikelilingi oleh gugus-gugus yang meruab karena gugus-gugus tersebut menyebabkan rintangan sterik untuk terjadinya reaksi SN2. Dua jenis reaksi samping yang umumnya terjadi adalah reaksi eleminasi dan penata ulang karbokation. Jika reaksi ini dilakukan dalam keadaan hangat atau panas (yang mana meningkatkan entropi), Reaksi eleminasi E1 akan mendominasi, mengakibatkan pembentukan alkena. Bahkan jika reaksi dilakukan dalam temperatur yang rendah, alkena dalam jumlah kecil juga bisa terbentuk. Usaha untuk melakukan reaksi SN1 dengan menggunakan nukleofil kuat yang bersifat basa seperti ion hidroksida atau metoksida juga akan mengakibatkan terbentuknya alkena via reaksi eliminasi E2, terlebih lagi apabila reaksi ini dipanaskan. Selain itu, jika zat antara karbokation dapat ditata ulang menjadi karbokation yang lebih stabil, ia akan memberikan hasil reaksi yang berasal dari karbokation yang lebih stabil daripada hasil reaksi substitusi sederhana.

PERPINDAHAN PANAS
Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak musnah yaitu seperti hukum asas yang lain, contohnya hukum kekekalan masa dan momentum, ini artinya kalor tidak hilang. Energi hanya berubah bentuk dari bentuk yang pertama ke bentuk yang ke dua. Bila diperhatikan misalnya jumlah energi kalor api unggun kayu yang ditumpukkan, semua ini .menyimpan sejum1ah energi dalam yang ditandai dengan kuantitas yang lazim disebut muatan kalor bahan. Apabila api dinyalakan, energi terma yang tersimpan di dalam bahan tadi akan bertukar menjadi energi kalor yang dapat kita rasakan. Energi kalor ini mengalir jika terdapat suatu perbedaan suhu. Bila diperhatikan sebatang logam yang dicelupkan ke dalam suatu tangki yang berisi air kalor. Karena suhu awal logam ialah T1 dan suhu air ialah T2, dengan T2 >> T1, maka logam dikatakan lebih dingin daripada air. Ha1 yang penting dalam sistem yang terdiri dari air dan logam ialah adanya suatu perbedaan suhu yang nyata yaitu (T2- T1).
Kalor dapat diangkut dengan tiga macam cara yaitu:
1. Pancaran, sering juga dinamakan radiasi.
2. Hantaran, sering juga disebut konduksi.
3. Aliran, sering juga disebut radiasi.

Pancaran (Radiasi)
Pancaran (radiasi) ia1ah perpindahan ka1or mela1ui gelombang dari suatu zat ke zat yang lain. Semua benda memancarkan ka1or. Keadaan ini baru terbukti setelah suhu meningkat. Pada hakekatnya proses perpindahan ka1or radiasi terjadi dengan perantaraan foton dan juga gelombang elektromagnet. Terdapat dua teori yang berbeda untuk menerangkan bagaimana proses radiasi itu terjadi. Semua bahan pada suhu mutlak tertentu akan menyinari sejumlah energi ka1or tertentu. Semakin tinggi suhu bahan tadi maka semakin tinggi pula energi ka1or yang disinarkan. Proses radiasi adalah fenomena permukaan. Proses radiasi tidak terjadi pada bagian da1am bahan. Tetapi suatu bahan apabila menerima sinar, maka banyak ha1 yang boleh terjadi. Apabila sejumlah energi ka1or menimpa suatu permukaan, sebahagian akan dipantulkan, sebahagian akan diserap ke da1am bahan, dan sebagian akan menembusi bahan dan terus ke luar. Jadi da1am mempelajari perpindahan ka1or radiasi akan dilibatkan suatu fisik permukaan.
Bahan yang dianggap mempunyai ciri yang sempurna ada1ah jasad hitam. Disamping itu, sama seperti cahaya lampu, adaka1anya tidak semua sinar mengenai permukaan yang dituju. Jadi da1am masalah ini kita mengena1 satu faktor pandangan yang lazimnya dinamakan factor bentuk. Maka jumlah ka1or yang diterima dari satu sumber akan berbanding langsung sebahagiannya terhadap faktor bentuk ini. Dalam pada itu, sifat terma permukaan bahan juga penting. Berbeda dengan proses konveksi, medan a1iran fluida disekeliling permukaan tidak penting, yang penting ialah sifat terma saja. Dengan demikian, untuk memahami proses radiasi dari satu permukaan kita perlu memahami juga keadaan fisik permukaan bahan yang terlibat dengan proses radiasi yang berlaku. Proses perpindahan kalor sering terjadi secara serentak. Misa1nya sekeping plat yang dicat hitam. La1u dikenakan dengan sinar matahari. Plat akan menyerap sebahagian energi matahari. Suhu plat akan naik ke satu tahap tertentu. Oleh karena suhu permukaan atas naik maka kalor akan berkonduksi dari permukaan atas ke permukaan bawah. Da1am pada itu, permukaan bagian atas kini mempunyai suhu yang lebih tinggi dari suhu udara sekeliling, maka jumlah kalor akan disebarkan secara konveksi. Tetapi energi kalor juga disebarkan secara radiasi. Dalam hal ini dua hal terjadi, ada kalor yang dipantulkan dan ada kalor yang dipindahkan ke sekeliling.
Berdasarkan kepada keadaan terma permukaan, bahan yang di pindahkan dan dipantulkan ini dapat berbeda. Proses radiasi tidak melibatkan perbedaan suhu. Keterlibatan suhu hanya terjadi jika terdapat dua permukaan yang mempunyai suhu yang berbeda. Dalam hal ini, setiap permukaan akan menyinarkan energi kalor secara radiasi jika permukaan itu bersuhu T dalam unit suhu mutlak. Lazimnya jika terdapat satu permukaan lain yang saling berhadapan, dan jika permukaan pertama mempunyai suhu T1 mutlak sedangkan permukaan kedua mempunyai suhu
T2 mutlak, maka permukaan tadi akan saling memindahkan kalor.
Selanjutnya juga penting untuk diketahui bahwa :
1. Kalor radiasi merambat lurus.
2. Untuk perambatan itu tidak diperlukan medium (misalnya zat cair atau gas)

Hantaran (Konduksi)
Yang dimaksud dengan hantaran ialah pengangkutan kalor melalui satu jenis zat. Sehingga perpindahan kalor secara hantaran/konduksi merupakan satu proses pendalaman karena proses perpindahan kalor ini hanya terjadi di dalam bahan. Arah aliran energi kalor, adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah. Sudah diketahui bahwa tidak semua bahan dapat menghantar kalor sama sempurnanya. Dengan demikian, umpamanya seorang tukang hembus kaca dapat memegang suatu barang kaca, yang beberapa cm lebih jauh dari tempat pegangan itu adalah demikian panasnya, sehingga bentuknya dapat berubah. Akan tetapi seorang pandai tempa harus memegang benda yang akan ditempa dengan sebuah tang. Bahan yang dapat menghantar ka1or dengan baik dinamakan konduktor.
Penghantar yang buruk disebut isolator. Sifat bahan yang digunakan untuk menyatakan bahwa bahan tersebut merupakan suatu isolator atau konduktor ialah koefisien konduksi terma. Apabila nilai koefisien ini tinggi, maka bahan mempunyai kemampuan mengalirkan kalor dengan cepat.
Untuk bahan isolator, koefisien ini bernilai kecil.
Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna (logam) merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya. Selanjutnya bila diandaikan sebatang besi atau sembarang jenis logam dan salah satu ujungnya diulurkan ke dalam nyala api. Dapat diperhatikan bagaimana kalor dipindahkan dari ujung yang panas ke ujung yang dingin. Apabila ujung batang logam tadi menerima energi kalor dari api, energi ini akan memindahkan sebahagian energi kepada molekul dan elektron yang membangun bahan tersebut. Moleku1 dan elektron merupakan alat pengangkut kalor di dalam bahan menurut proses perpindahan kalor konduksi. Dengan demikian dalam proses pengangkutan kalor di dalam bahan, aliran electron akan memainkan peranan penting .
Persoalan yang patut diajukan pada pengamatan ini ialah mengapa kadar alir energi kalor adalah berbeda. Hal ini disebabkan karena susunan molekul dan juga atom di dalam setiap bahan adalah berbeda. Untuk satu bahan berfasa padat molekulnya tersusun rapat, berbeda dengan satu bahan berfasa gas seperti udara. Molekul udara adalalah renggang seka1i. Tetapi dibandingkan dengan bahan padat seperti kayu, dan besi , maka molekul besi adalah lebih rapat susunannya daripada molekul kayu. Bahan kayu terdiri dari gabungan bahan kimia seperti karbon, uap air, dan udara yang terperangkat. Besi adalah besi. Kalaupun ada bahan asing, bahan kimia unsur besi adalah lebih banyak.

Aliran (Konveksi)
Yang dimaksud dengan aliran ialah pengangkutan ka1or oleh gerak dari zat yang dipanaskan. Proses perpindahan ka1or secara aliran/konveksi merupakan satu fenomena permukaan. Proses konveksi hanya terjadi di permukaan bahan. Jadi dalam proses ini struktur bagian dalam bahan kurang penting. Keadaan permukaan dan keadaan sekelilingnya serta kedudukan permukaan itu adalah yang utama. Lazimnya, keadaan keseirnbangan termodinamik di dalam bahan akibat proses konduksi, suhu permukaan bahan akan berbeda dari suhu sekelilingnya. Dalam hal ini dikatakan suhu permukaan adalah T1 dan suhu udara sekeliling adalah T2 dengan Tl>T2. Kini terdapat keadaan suhu tidak seimbang diantara bahan dengan sekelilingnya. Perpindahan kalor dengan jalan aliran dalam industri kimia merupakan cara pengangkutan kalor yang paling banyak dipakai. Oleh karena konveksi hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir, maka bentuk pengangkutan ka1or ini hanya terdapat pada zat cair dan gas. Pada pemanasan zat ini terjadi aliran, karena masa yang akan dipanaskan tidak sekaligus di bawa kesuhu yang sama tinggi. Oleh karena itu bagian yang paling banyak atau yang pertama dipanaskan memperoleh masa jenis yang lebih kecil daripada bagian masa yang lebih dingin. Sebagai akibatnya terjadi sirkulasi, sehingga kalor akhimya tersebar pada seluruh zat.
Perpindahan panas konveksi.
(a) konveksi paksa,
(b) konveksi alamiah,
(c) pendidihan,
(d) kondensasi
Pada perpindahan kalor secara konveksi, energi kalor ini akan dipindahkan ke sekelilingnya dengan perantaraan aliran fluida. Oleh karena pengaliran fluida melibatkan pengangkutan masa, maka selama pengaliran fluida bersentuhan dengan permukaan bahan yang panas, suhu fluida akan naik. Gerakan fluida melibatkan kecepatan yang seterusnya akan menghasilkan aliran momentum. Jadi masa fluida yang mempunyai energi terma yang lebih tinggi akan mempunyai momentum yang juga tinggi. Peningkatan momentum ini bukan disebabkan masanya akan bertambah. Malahan masa fluida menjadi berkurang karena kini fluida menerima energi kalor.
Fluida yang panas karena menerima kalor dari permukaan bahan akan naik ke atas. Kekosongan tempat masa bendalir yang telah naik itu diisi pula oleh masa fluida yang bersuhu rendah. Setelah masa ini juga menerima energi kalor dari permukan bahan yang kalor dasi, masa ini juga akan naik ke atas permukaan meninggalkan tempat asalnya. Kekosongan ini diisi pula oleh masa fluida bersuhu renah yang lain. Proses ini akan berlangsung berulang-ulang. Dalam kedua proses konduksi dan konveksi, faktor yang paling penting yang menjadi penyebab dan pendorong proses tersebut adalah perbedaan suhu. Apabila perbedaan suhu .terjadi maka keadaan tidak stabil terma akan terjadi. Keadaan tidak stabil ini perlu diselesaikan melalui proses perpindahan kalor.
Dalam pengamatan proses perpindahan kalor konveksi, masalah yang utama terletak pada cara mencari metode penentuan nilai h dengan tepat. Nilai koefisien ini tergantung kepada banyak faktor. Jumlah kalor yang dipindahkan, bergantung pada nilai h. Jika cepatan medan tetap, artinya tidak ada pengaruh luar yang mendoromg fluida bergerak, maka proses perpindahan ka1or berlaku. Sedangkan bila kecepatan medan dipengaruhi oleh unsur luar seperti kipas atau peniup, maka proses konveksi yang akan terjadi merupakan proses perpindahan kalor konveksi paksa. Yang membedakan kedua proses ini adalah dari nilai koefisien h-nya.

Kamis, 18 September 2008

COBA

LAGI BELAJAR MASUKKIN KODE KE BLOG














buah adas atau manfaatnya

Keywords: simplisia buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.); cara pengeringan; minyak atsiri; jenis bahan pengemas; Abstrak Penelitian Kesehatan

Subject: PLANTS, MEDICINAL

Telah dilakukan penelitian penyimpanan simplisia buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) hasil budidaya, dengan metode eksperimental secara faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah cara pengeringan (P), terdiri dari P1 (angin-angin), P2 (oven) dan P3 (sinar matahari langsung); sedangkan faktor kedua adalah jenis bahan pengemas (K), terdiri dari K1 (kantong kertas), K2 (kantong plastik) dan K3 (karung plastik). Penyimpanan dilakukan di dalam ruangan tertutup (gudang simplisia BPTO Tawangrnangu) berukuran 3x3 m, dilengkapi dengan lampu penerang 2x 100 watt dan alat pengukur kelembaban udara. Pengamatan dilakukan setiap 2 bulan dengan penetapan 4 parameter (kadar air, kadar minyak atsiri, angka jamur dan angka lempeng total). Adapun kurun waktu penyimpananya adalah 2, 4, 6 dan 8 bulan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan cara pengeringan dan penyimpanan yang tepat simplisia nabati yang mengandung minyak atsiri. Sedangkan alasan pemilihan sampel buah adas dalam penelitian ini karena simplisia tersebut banyak digunakan baik sebagai bahan baku obat tradisional maupun untuk keperluan lain dan terrnasuk (urutan ke-4) dalam daftar 50 besar penggunaan simplisia dalam negeri yang dilaporkan. Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) mengandung minyak atsiri, asam anisat, minyak lemak dan secara empiris dinyatakan berkhasiat sebagai karminatif, obat mulas, corigen saporis, obat batuk dan sariawan.

Penyimpanan simplisia sebagai bahan baku akan berpengaruh terhadap mutu bahan serta produk olahan dari bahan tersebut. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bahan baku (simplisia) dalam penyimpanan diantaranya wadah dan waktu simpan, temperatur, kelembaban udara serta kadar air bahan yang akan disimpan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa wadah (jenis bahan pengemas) dan cara pengeringan berpengaruh nyata terhadap parameter uji kualitas simplisia tersebut. Kemasan kantong kertas relatip lebih baik untuk penyimpanan simplisia buah Adas dalam waktu kurang dari 6 bulan. Sedangkan pengeringan dalam oven pada suhu rendah (35-40 derajat) terhadap uji parameter kualitas simplisia buah Adas dalam penyimpanan

NB: jika tulisan ini masih kurang sempurna mohon kritik dan sarannya
siwiwin@gmail.com

KACANG TANAH

Budidaya kacang tanah

Menurut Adisasarwanto (2005) dalam Sugeng (2007), usahatani kacang tanah yang berhasil dapat memberi keuntungan besar dan sangat menarik. Agar usahatani kacang tanah berhasil, diperlukan keterampilan dalam penerapan pengetahuan dan teknik budidaya yang sesuai dengan daya dukung agroekosistem, dengan meninjau berbagai aspek agronomis dan agroekonomi yang mendukung, dan modal usaha yang cukup memadai. Banyak dijumpai petani kacang tanah yang mengalami kegagalan dan kerugian besar karena kurangnya keterampilan dan pengetahuan tentang teknik budidaya kacang tanah

Dalam budidaya tanaman kacang tanah, benih menjadi salah satu faktor utama yang menjadi penentu keberhasilan. Penggunaan benih bermutu dapat mengurangi resiko kegagalan budidaya karena bebas dari serangan hama dan penyakit mampu tumbuh baik pada kondisi lahan yang kurang menguntungkan (Wirawan dan Wahyuni, 2004).

Biji, benih dan bibit merupakan istilah hampir sama sehingga sering rancu dalam penggunaannya. Menurut Undang-undang sistem budidaya 1992, benih dan bibit mempunyai pengertian yang sama, yakni tanaman atau bagian tanaman yang dipergunakan untuk tujuan pertanaman. Meskipun demikian, dalam kegiatan bercocok tanam, ketiga istilah tersebut berbeda pengertiannya. Biji menjadi istilah untuk menyebut salah satu bagian tanaman yang berfungsi sebagai unit penyebaran (dispersal unit) perbanyakan tanaman secara alamiah. Biji tersebut dapat tumbuh menjadi tanaman tanpa campur tangan manusia, misalnya terbawa angin atau tersebar dengan perantara binatang. Benih diartikan sebagai biji tanaman yang telah mengalami perlakuan sehingga dapat dijadikan sarana dalam memperbanyak tanaman . Secara agronomis, benih disamakan dengan bibit karena fungsinya sama, tetapi secara biologis berbeda. Bibit digunakan untuk menyebut benih yang telah berkecambah. Dalam perkembangbiakan secara generatif, bibit biasanya diperoleh dari benih yang disemaikan. Sementara dalam perkembangbiakan secara vegetatif, bibit dapat diartikan sebagai bagian tanaman yang berfungsi sebagai alat reproduksi (Wirawan dan Wahyuni, 2004).

Secara umum, varietas unggul baru diharapkan dapat memenuhi beberapa kriteria antara lain meningkatkan produksi, memperbaiki stabilitas produksi, memenuhi standar mutu, sesuai pola tanam yang diterapkan petani, serta sesuai permintaan konsumen yang berbeda-beda di setiap wilayah. (Adisarwanto, 2005).

Sebelum pengerjaan lahan, penyediaan benih harus terlebih dahulu dilakukan. Penyediaan benih ini dimaksud untuk memperoleh bibit tanaman kacang tanah yang memiliki pertumbuhan vegetatif yang baik dan berproduksi tinggi. Benih-benih yang dipilih haruslah benih yang unggul dan tidak terkena hama dan penyakit (Anonim, 1989).

Adapun pemilihan benih itu tidak dapat dilakukan sebelum tanaman kacang tanah itu dipungut atau pada waktu kacang tanah masih berada dikebun. Pemilihan benih baru bisa dilakukan setelah kacang tanah itu berada ditempat penjemuran (Anonim, 1989).

Dalam penggunaanya petani di Kecamatan Bayan selalu menggunakan hasil panen sebelumnya dengan alasan hemat biaya pembelian benih, atau dengan istilah benih sapuan yang artinya benih yang tidak dilakukan sortasi dalam penanganan benih, sehingga kemungkinan akan mengalami segregasi yang artinya terjadi perubahan sifat dari induknya. Dengan penggunaan benih sapuan tersebut kemungkinan akan mengurangi hasil produksi nantinya. Secara ideal semua benih harus memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila di tanam pada kondisi lapangan yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi tinggi dengan kualitas baik (Sutopo, 2002).

Bahwa keadaan lingkungan dilapangan itu sangat penting dalam menentukan kekuatan tumbuh benih adalah sangat nyata dan perbedaan kekuatan tumbuh benih dapat dilihat nyata dalam keadaan lingkungan yang kurang menguntungkan. Disamping itu kecepatan tumbuh benih dapat pula menjadi petunjuk perbedaan kekuatan tumbuh (Sutopo, 2002).

1) Penyiapan Lahan

Pengolahan lahan kacang tanah biasanya dilakukan pada akhir musim kemarau agar waktu tanam dapat dilakukan dimusim hujan.

a. Pengolahan tanah

Penyiapan lahan mempunyai dua tujuan pokok, yaitu : membuat kondisi fisik lahan cukup gembur, mengurangi komeitisi atau mematikan gulma yang akan tumbuh. Penyiapan lahan yang benar dan baik tentunya akan mudah penanaman, pertumbuhan, dan perkembangan benih, akar tanaman akan tumbuh lebih baik, ginofur akan lebih mudah menebus tanah, serta polong dan biji dapat berkembang sempurna (Adisarwanto, 2005).

Kegiatan pengolahan tanah mulai dilakukan 3-4 minggu sebelum penanaman. Areal penanaman dibersihkan dahulu dari rumput dan tumbuhan liar. Selanjutnya, tanah dicangkul atau dibajak sedalam 30 cm hingga gembur. Apabila telah gembur, dilanjutkan dengan perataan tanah. Setelah tanah diratakan, dibuat bedengan-bendengan dengan lebar sekitar 50 cm dan panjang disesuaikan dengan keadaan lahan. Sebaiknya, bedengan dibuat memanjang dari arah timur ke barat sehingga dapat menerima sinar matahari sebanyak-banyaknya. Jarak antar bedengan sekitar 25 cm-30 cm. Diantara bedengan dibuat parit sebagai saluran air (Fachruddin, 2000).

Pengolahan tanah bagi tanaman kacang tanah di Kecamatan Bayan secara umum sudah dilakukan dengan baik. Meskipun tanah yang akan ditanami merupakan tanah tegalan, sebelum ditanami biasanya petani melakukan pengolahan secara sempurna. Petani di Kecamatan Bayan, biasanya melakukan pengolahan tanah menggunakan tenaga ternak sapi atau traktor serta tenaga kerja manusia bagi mereka yang hidupnya pas–pasan. (BPP Kecamatan Bayan, 2007).

b. Penanaman

Untuk mempermudah pemeliharaan, kacang tanah ditanam pada larikan dengan jarak yang teratur. Pada tanah yang kurang subur, jarak tanam dibuat agak longgar yaitu 40 x 10 cm atau 20 x 20 cm sedangkan pada tanah yang subur, dapat menggunakan jarak tanam 40 x 15 cm atau 30 x 20 cm (Fachruddin, 2000).

Penanaman dapat dilakukan dengan ditugal sedalam 35 cm dengan jumlah benih perlubang sebanyak 1 biji. Usaha menanam kacang tanah dengan bantuan alat tugal dianggap lebih mahal dan memakan banyak waktu, tetapi hasil yang diperoleh memang lebih banyak dan memuaskan, sebab pemeliharaan tanaman lebih mudah, dan pemakaian benih per hektar bisa hemat karena pertumbuhan tanaman akan lebih merata (Anonim, 1989).

c. Pemeliharaan

Menurut Rukmana (1998), untuk memperoleh produksi yang optimal, salah satu langkah penting dalam budidaya kacang tanah adalah pemeliharaan. Jika tanaman kurang terpelihara, maka produksi yang optimal akan sulit tercapai. Pemeliharaan tanaman kacang tanah meliputi kegiatan sebagai berikut :

1) Penyulaman

Benih kacang tanah akan tumbuh 3–7 hari setelah tanam (hst). Apa bila dalam waktu tersebut ada benih yang tidak tumbuh, harus segera disulam. Penyulaman bertujuan untuk mempertahankan jumlah populsi optimal per satuan luas lahan, dari kemungkinan benih mati atau tidak tumbuh. Penyulaman yang terlambat akan berpengaruh secara fisiologis terhadap benih atau tanaman hasil sulaman, dan menyulitkan pemeliharaan tanaman berikutnya. Penyulaman dilakukan dengan membuat lubang tanam baru pada bekas lubang tanam terdahulu. Kemudian tiap lubang diisi 1–2 benih kacang tanah yang baru. Benih tersebut segera ditutup dengan tanah yang tipis (Rukmana,1998).

2) Pengairan

Semua tanaman membutuhkan air untuk keperluan hidupnya, tanaman kacang tanah memerlukan air yang cukup selama pertumbuhan tanaman dan pembentukan polong saat–saat kritis bagi tanaman kacang tanah adalah fase perkecambahan, dan pembentukan polong. Jika pada fase tersebut tanaman kekurangan air, akan berakibat fatal bagi pertumbuhan tanaman dan polong yang terbentuk akan sedikit. Untuk menjamin ketersediaan air bagi tanaman, maka pada saat kritis tersebut terutama pada musim kemarau lahan harus mendapatkan suplai air irigasi dengan cara melalui saluran-saluran air. Saluran–saluran air tersebut akan berfungsi untuk meratakan air pada saat melakukan penyiraman serta menghindari genangan air pada saat hujan. (Adisarwanto, 2005).

Keadaan air pada bedengan kacang tanah harus selalu dijaga agar tetap lembab dan tidak kering, sebab kacang tanah yang termasuk tanaman yang berakar dangkal selalu menghendaki tanah yang lembab. Namun demikian kandungan air dalam tanah yang terlalu jenuh pun tidak dikehendaki, sebab kondisi semacam ini justru akan merusak pertumbuhan akar. Akibatnya akar akan menjadi busuk, lama-kelamaan tanaman menjadi layu dan akhirnya akan mati. Untuk mengatasi hal itu perlu dibuat bedengan. Bedengan ini berfungsi untuk melancarkan jalannya air, sehingga tanaman kacang tanah bisa terhindar dari genangan air (Anonim, 1989).

Menurut Anonim (1989) menyebutkan untuk menghindari dampak negatif air, pengairan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Air tidak mengandung zat-zat beracun yang dapat membahayakan pertumbuhan tanaman dan berpengaruh buruk terhadap tanah.

b) Sumber air tidak berasal dari saluran pembuangan limbah industri yang sangat berbahaya.

3) Pemupukan,

Pupuk adalah semua bahan yang diberikan kepada tanah dengan maksud untuk memperbaiki sifat–sifat fisika, kimia dan biologi tanah bahan yang diberikan kepada tanah ini dapat bermacammacam, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, abu tanaman, kotoran hewan, pupuk buatan dan lainlain. Namun pemberiannya harus disesuaikan dengan kebutuhan tanaman masingmasing (Setyamidjaja, 1986)

Saat melakukan pemupukan dilakukan juga pemupukan dasar, terutama pada lahan kering (tegalan). Jenis dan dosis yang dianjurkan adalah urea 60 kg 90 kg + TSP 60 kg 90 kg + KCl sampai 50 kg per hektar. Seluruh pupuk diberikan pada saat tanam. Pemupukan dilakukan dengan memasukan pupuk ke dalam lubang tugal disisi kiri dan kanan tanam, atau disebar merata dalam larikan dangkal sejauh 5 cm dari lubang tanam, kemudian segera ditutup dengan tanah tipis (Rukmana, 1998).

4) Penyiangan dan pembumbunan

Penyiangan dimaksudkan untuk mengendalikan gulma yang tumbuh disekitar tanaman. Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara mekanik dan cara kimiawi. Cara mekanik dilakukan dengan menggunakan cangkul, koret atau dengan mencabut gulma menggunakan tangan. Sedangkan pengendalian gulma dengan cara kimiawi menggunakan herbisida. Tujuan pengendalian gulma adalah untuk mengurangi kompetisi terhadap unsur hara, sinar matahari dan mencegah adanya serangan hama penyakit. Penyiangan dapat dilakukan tiga kali yaitu pertama 5–7 hari setelah tanam, kedua 3–4 minggu setelah tanam bersamaan dengan pembumbunan, dan ketiga pada 5–6 minggu setelah tanam. Penyiangan ketiga ini dilakukan setelah tanaman keluar bunga terakhir, tetapi genofora belum tumbuh kebawah. Penyiangan ketiga bersamaan dengan pembumbunan agar genofora mudah menembus tanah. Kegiatan penyiangan dan pembumbunan pada tanaman kacang tanah di Kecamatan Bayan pada umumnya sudah dilakukan walaupun belum optimal sebagaimana dianjurkan (Anonim, 1989).

5) Pengendalian hama dan penyakit

Tanaman yang dibudidayakan sering mengalami gangguan hama penyakit, demikian pula halnya dengan tanaman kacang tanah. Gangguan hama dan penyakit tersebut dapat mengakibatkan kerugian baik kualitas maupun kuantitas bahkan pada serangan hebat dapat mengakibatkan gagalnya panen (Oka,1995).

Jenis hama yang biasa menyerang tanaman kacang tanah adalah uret, ulat daun, ulat grayak, dan lain-lain. Semua jenis hama ini dapat menyebabkan kerugian pada tanaman, hama yang sangat merugikan adalah hama uret. Akibat serangan hama uret, secara fisik tanaman tetap baik, tetapi akar yang berada dalam tanah habis dimakannya. Kondisi hama dan penyakit tidak terlepas dari faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangannya. Dengan melihat permasalahan diatas, mutlak perlu dipahami hakekat berbagai interaksi komponen-komponen agroekosistem tersebut sebagai dasar untuk mengatasi masalah hama. Pemahaman ini mutlak memerlukan sumbangan berbagai disiplin ilmu ilmu eksakta dan sosial ekonomi untuk diramu menjadi konsep ilmiah yang dikenal dengan nama Pengendalian Hama Terpadu, (PHT). Konsep pengendalian hama terpadu merupakan jawaban alternatif yang memenuhi persyaratanpersyaratan dalam mengatasi masalah hama. Sedangkan tingkat keberhasilan dilapangan tergantung dari partisipatif aktif dan kerja sama antar intansi-instansi daerah yang terkait, petugas–petugas lapangan, tokoh masyarakat dan terutama petani (Oka, 1995).

6) Panen

Menurut Adisarwanto (2005), kegiatan pemanenan yang harus diperhatikan agar produksi mempunyai kualitas baik, adalah umur tanaman dan cara panen. Tanaman yang terlalu muda bila dipanen akan mengakibatkan cepat lunak, berkeriput, cepat membusuk dan keropos. Sebaliknya apabila panen terlambat akan menyebabkan banyak yang mulai tumbuh atau banyak kacang yang tertinggal dalam tanah pada waktu dicabut sehingga berkurangnya hasil panen. Waktu panen tergantung pada jenis produk apa yang dikehendaki. Hasil panen yang akan digunakan untuk benih, ekspor, disimpan atau sebagai bahan baku pembuatan minyak kacang tanah, panen dilakukan setelah masak fisiologis. Pada saat itu kadar air mencapai 20 persen. Adapun tanda-tandanya sebagai berikut :

a. Sebagian besar daun telah menguning dan gugur.

b. Polong telah berisi penuh.

c. Kulit biji tipis dan mengkilap.

d. Biji cukup keras.

e. Kulit polong cukup keras, serat sangat nyata dan berwarna coklat kehitaman.

f. Umur telah mencapai 90–95 hari. Kacang tanah dipanen dengan mencabut batangnya. Apabila tanahnya tidak gembur dan kering, sehari sebelum panen sebaiknya lahan diairi agar menjadi lunak dan gembur, sehingga pencabutan tidak mengalami kesulitan dan tidak banyak biji kacang yang tertinggal dalam tanah. Untuk masalah ini petani di Desa Bunder tidak mengalami kesulitan dan biasanya untuk panen selain tenaga sendiri juga menggunakan buruh tani yang ada disekitarnya (Adisarwanto, 2005).

C. Sistem agribisnis Kacang tanah

Menurut Nuhung (2003) dalam Dwinanto (2007), agribisnis adalah sebagai suatu sistem, agribisnis terdiri atas beberapa subsistem yaitu subsistem input (sarana produksi), subsistem budidaya (on farm), subsistem pengolahan, subsistem pemasaran, dan subsistem pendukung.

1. Subsistem Input (sarana produksi) yang meliputi industri dan distribusi sarana produksi seperti lahan, pupuk, benih, pestisida, alsintan, dan lain- lain. Semua usaha yang berkaitan dengan sarana produksi tersebut secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pembangunan sektor pertanian.

2. Subsistem Budidaya (On farm), sekaligus merupakan pengertian pertanian dalam arti sempit. Selama ini subsistem ini diindentikan dengan sektor pertanian. Bagaimana menanam, memelihara, panen, diolah, dijual atau dikonsumsi merupakan potret pengertian pertanian kita selama ini.

3. Subsistem pengolahan, meliputi semua kegiatan merubah bentuk dan peningkatan nilai tambah produksi pertanian termasuk pengepakan, pengendalian mutu hasil, dan pengolahan hasil.

4. Subsistem pemasaran, yaitu semua kegiatan/ usaha yang terkait dalam proses penyampaian barang dari produsen ke konsumen akhir. Di dalamnya termasuk kegiatan pergudangan, transportasi, jasa ekspor-impor, distribusi, akreditasi, strandarisasi, dan seterusnya.

5. Subsistem pendukung, meliputi kegiatan/usaha yang mendukung seluruh atau sebagian dari empat subsistem agribisnis lainya. Kegiatan ini meliputi: penelitian dan pengembangan, pengembangan mutu SDM, kelembagaan dan kemitraan, investasi dan permodalan, asuransi, dan lain-lain.

Dengan adanya perbaikan system agribisnis diupayakan agar mengembangkan subsistem sehingga dapat berkembang secara simultan, serta sistem agribisnis secara utuh sebagai acuan pemecahan masalah dan pemberdayaan petaninya


NB: Jika tulisan ini banyak mengalami kesalahan diharap kritik sarannya
siwiwin@gmail.com